Peluang dan Risiko Investasi di Pasar Modal

MEDAN-Berinvestasi di pasar modal kian menjadi gaya hidup bagi investor muda yang ingin memiliki income dari investasi.

Teknologi investasi secara digital makin memudahkan para investor yang cepat beradaptasi di era digital.

Namun, perlu diingat  mendapatkan income dari investasi berbeda dengan mendapatkan income dari bekerja kantoran atau bisnis yang pasti, seperti berjualan barang-barang kebutuhan hidup (consumer goods).

“Dengan berinvestasi, seorang investor memiliki peluang untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Lebih besar dibanding keuntungan berjualan atau bisnis secara langsung,” Kepala Bursa Efek Indonesia (BEI) Sumatera Utara, M. Pintor Nasution, Sabtu (28/1/2023).

Namun, selain potensi keuntungan yang besar, katanya ada risiko investasi yang besar pula. Sesuai jargon di dunia investasi, “high risk, high return, low risk, low return”.

“Jadi, setiap investor tidak hanya memperhatikan keuntungan yang akan diperoleh dari investasi saham, namun juga risiko dari investasi saham,” kata Pintor.

Pintor menyebutkan, dalam dunia investasi portofolio di pasar modal, investasi saham menjadi salah satu instrumen dengan kategori risiko terbesar jika dibandingkan dengan instrumen pendapatan tetap (obligasi dan surat utang negara) atau instrumen pasar uang (obligasi dengan jangka waktu kurang dari setahun dan deposito bank).

Secara sederhana, saham adalah bukti kepemilikan nilai sebuah perusahaan atau bukti penyertaan modal.

Dengan begitu, setiap investor yang membeli saham suatu perusahaan, artinya investor tersebut menjadi salah satu pemilik perusahaan tersebut.

“Sehingga, pemilik saham tersebut berhak mendapatkan pembagian hasil dari perusahaan sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya atau yang disebut dividen saham,” sebutnya.

Selain memiliki keuntungan berupa dividen, dengan berinvestasi saham, seorang investor memiliki peluang mendapatkan keuntungan berupa capital gain, atau keuntungan yang berasal dari selisih kenaikan harga saham.

Jika seorang investor membeli saham pada harga yang rendah dan menjual kembali saham yang dimilikinya dengan harga yang lebih tinggi, maka ia mendapatkan keuntungan (return) berupa capital gain.

Sementara itu, jika investor belum menjual sahamnya, tetapi harga saham di BEI sudah lebih tinggi dari harga saat ia membeli saham, maka ia disebut memiliki potential capital gain.

Ia baru akan mendapatkan capital gain ketika saham tersebut dijual. Kedua jenis keuntungan inilah yang dimiliki investor saham di pasar modal,” jelasnya.

Risiko

Sedangkan risiko pertama adalah risiko fluktuasi harga saham. Naik dan turunnya harga saham terjadi karena permintaan dan penawaran atas suatu saham.

Permintaan dan penawaran tersebut bisa dipengaruhi oleh beragam faktor, di antaranya kinerja perusahaan atau industri, hingga perkembangan suku bunga, inflasi, nilai tukar, atau faktor non ekonomi.

Investor yang memiliki rencana untuk menjual kembali sahamnya setelah dua atau tiga bulan, bisa saja mengalami kerugian jika pada periode penjualan saham yang ia rencanakan, ternyata harga saham tengah mengalami penurunan.

Menurutnya, salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk meminimalisir risiko kerugian dari fluktuasi harga saham adalah dengan berinvestasi dalam jangka panjang.

Semakin panjang jangka waktu investasi, semakin rendah risiko yang akan diperoleh. Hal ini karena jika kinerja keuangan perusahaan baik-baik saja atau sesuai dengan siklus pertumbuhan, harga sahamnya akan mengalami kenaikan dalam jangka waktu panjang.

Dia menyebutkan, risiko penurunan harga saham disebut dengan capital loss. Langkah yang bisa dilakukan investor saham ketika mengalami potential capital loss adalah dengan menunda penjualan saham atau melakukan cut loss.

Cut loss merupakan strategi mengurangi kerugian dengan cara menjual saham pada harga yang lebih rendah dari harga beli. Meskipun investor mengalami kerugian, investor dapat meminimalisir kerugian lebih lanjut jika suatu saham diestimasikan akan terus mengalami penurunan.

Risiko kedua adalah tidak mendapatkan dividen saham jika perusahaan mengalami kerugian atau ada kebijakan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) yang memutuskan untuk tidak membagikan dividen.

Di samping itu, perusahaan juga bisa tidak membagikan dividen dalam rangka untuk melakukan ekspansi usaha, membayar utang-utang, atau untuk keperluan dana cadangan perusahaan.

Risiko ketiga yaitu risiko likuidasi. Apabila perusahaan yang sahamnya dimiliki dinyatakan bangkrut (pailit) oleh pengadilan atau dibubarkan.

Dalam hal ini, hak klaim dari pemegang saham mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan kekayaan perusahaan).

Jika masih terdapat sisa dari hasil penjualan kekayaan perusahaan tersebut, maka sisa tersebut dibagi secara proporsional kepada seluruh pemegang saham.

Namun, jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, maka pemegang saham tidak akan memperoleh hasil dari likuidasi tersebut. Kondisi ini merupakan risiko yang terberat dari pemegang saham.

Untuk itu seorang investor saham harus mengikuti perkembangan kinerja perusahaan, termasuk aksi-aksi korporasi (corporate action) yang diumumkan kepada publik dalam rangka transparansi. ( swisma)