Bongkar Mark Up Harga Impor Beras, Anggota Komisi IV DPR Dorong Buat Pansus  

JAKARTA – Anggota Komisi IV DPR Fraksi PKB Daniel Johan mendorong pembentukan panitia khusus (Pansus) mendalami dugaan mark up impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun dan kerugian negara akibat demurrage (denda) impor beras senilai Rp294,5 miliar.

Ia menilai pembentukan pansus DPR itu untuk mengungkap kebenaran terkait skandal impor beras yang menyeret Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog Bayu Krisnamurthi.

“Iya nanti kita usulkan dan dorong,” kata Daniel dalam keterangannya, Minggu, (7/7).

Daniel juga berpandangan pembentukan pansus itu bisa turut memperbaiki tata kelola pangan di Indonesia. Ia menyebut pembentukan pansus itu sekaligus menunjukkan komitmen dan langkah dalam mewujudkan kedaulatan pangan.

“Dan keberpihakan kepada petani dan kemandirian pangan,” ucap dia.

Sebelumnya, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Kepala Bulog Bayu Krisnamurthi dilaporkan ke KPK atas dugaan mark up impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun dan kerugian negara akibat demurrage (denda) impor beras senilai Rp294,5 miliar.

Laporan itu dilayangkan oleh Studi Demokrasi Rakyat (SDR) pada Rabu (3/7). Direktur Eksekutif SDR Hari Purwanto meminta KPK segera memeriksa Kepala Bapanas dan Kepala Bulog sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terkait permasalahan itu.

Hari menyebut dua lembaga yang bertanggung jawab atas impor beras tidak proper dalam menentukan harga, sehingga menyebabkan selisih harga beras impor yang sangat signifikan.

“Ada dugaan korupsi yang dilakukan oleh Bapanas dan Bulog karena menurut kajian kami dan hasil investigasi ada dugaan mark up yang dilakukan oleh dua lembaga tersebut terkait masalah impor beras,” ujar Hari di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (3/7).

Perum Bulog pun sudah buka suara soal itu. Sekretaris Perusahaan Bulog Arwakhudin Widiarso mengatakan saat kondisi tertentu, demurrage adalah hal yang tak bisa dihindarkan sebagai bagian dari resiko penanganan komoditas impor.

Bulog sejatinya sudah berupaya meminimumkan biaya demurrage. Biaya itu juga sepenuhnya menjadi bagian perhitungan pembiayaan perusahaan pengimpor dan pengekspor.

“Jadi misalnya dijadwalkan 5 hari, menjadi 7 hari. Mungkin karena hujan, arus pelabuhan penuh, buruhnya tidak ada karena hari libur, dan lain sebagainya. Dalam mitigasi resiko importasi, demurrage itu biaya yang sudah harus diperhitungkan dalam kegiatan ekspor impor,” ujarnya.(cnni/bj)