Diduga Abaikan Perintah Kapolri, Oknum Penyidik Polrestabes Medan Dilapor ke Propam Polda Sumut

MEDAN – Oknum penyidik Polrestabes Medan, Bripka SP Tobing dan AKP Prastiyo Triwibowo, dilaporkan ke Bidang Propam Polda Sumut atas sangkaan pelanggaran kode etik profesi. Keduanya diduga telah mengabaikan perintah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagaimana termaktub dalam Peraturan Kepolisian Republik Indonesia No 7 Tahun 2022.

Laporan terhadap kedua oknum penyidik Polrestabes Medan itu tercatat Nomor: STPL/114/X/2022/Propam tertanggal 03 Oktober 2022. Pelapornya adalah Jon Efendi Simamora SH MH.

“Sudah kami laporkan ke Bidang Propam Polda Sumut. Kami menduga kedua oknum penyidik tersebut tidak menjalankan tupoksinya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ucap Jon Efendi Simamora, Selasa (4/10/2022).

Jon Efendi Simamora merupakan salah seorang kuasa hukum dari dr T Nancy Saragih. Advokat kondang ini melaporkan Penyidik Pembantu Satreskrim Polrestabes Medan Bripka SP Tobing dan Kanitdik II Harda Satreskrim Polrestabes Medan AKP Prastiyo Triwibowo, karena diduga telah sengaja melakukan pelanggaran terhadap Peraturan Kepolisian Republik Indonesia No 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri pada pasal 5 ayat 1 huruf (c), “Setiap Pejabat Polri dalam Etika Kelembagaan Wajib Menjalankan Tugas, Wewenang dan Tanggungjawab secara Professional, Proporsional dan Prosedural.”

Menurutnya, kedua oknum penyidik Polrestabes Medan tersebut, tidak melakukan tupoksi secara profesional dalam menangani perkara sengketa lahan di Jalan Amplas, Kelurahan Sei Rengas Permata, Kecamatan Medan Area. “Kami menduga penyidik tidak professional dalam penanganan perkara,” ujarnya.

Perkara ini, kata Jon Efendi Simamora, bermula dari laporan Andy Jatmiko anak kandung Go Mei Siang terhadap terlapor dr Yusnari Wong SpB dan dr T Nancy Saragih, sesuai Laporan Polisi Nomor: LP/B/2581/XII/2021/SPKT Polrestabes Medan/Polda Sumut tertanggal 01 Desember 2021 sebagaimana Surat Nomor: B/1156/I/RES 1.2/2022/Reskrim Tanggal 26 Januari 2022 yang diterbitkan Polrestabes Medan. Dalam laporannya, Andy Jatmiko menuduh dr Yusnari Wong SpB dan dr T Nancy Saragih telah membangun tembok batu bata sepanjang ±1meter dengan tinggi 50 cm di atas lahannya sesuai SHM No 64 Tahun 2015. Padahal, tembok batu bata itu dibangun di atas lahan sah milik dr Yusnari Wong SpB dan dr T Nancy Saragih sesuai SHM No 557 Tahun 2013.

Atas laporan Andy Jatmiko tersebut, dr T Nancy Saragih keberatan karena apa yang dilaporkan tidak benar. Melalui penasihat hukumnya, dr T Nancy Saragih sesuai surat Nomor: 009/VI/SK-Pid/AR/2022 Tanggal 13 Juni 2022, mengajukan permohonan ke Ditreskrimum Polda Sumut untuk dilaksanakan gelar perkara atas Laporan Polisi Nomor: LP/B/2581/XII/2021/SPKT Polrestabes Medan/Polda Sumut tertanggal 01 Desember 2021. Selain mengajukan permohonan dilaksanakan gelar perkara, penasihat hukum dr T Nancy Saragih juga mengajukan Dumas Komplain sebagaimana dalam Pengaduan Masyarakat Nomor: DUMAS/43/VI/2022/Wassidik Tanggal 17 Juni 2022.

Tidak lama setelah mengajukan permohonan gelar perkara, pada tanggal 24 Juni 2022, dr T Nancy Saragih menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Pengawasan Penyidikan (SP2HP2) dari Wassidik Ditreskrimum Polda Sumut. SP2HP2 itu menyatakan bahwa Distreskrimum Polda Sumut telah menyurati Kapolrestabes Medan untuk melaksanakan gelar perkara. Kemudian Polrestabes Medan mengeluarkan undangan gelar perkara melalui surat Nomor: B/7640/VII/RES.1.2./2022/Reskrim Tanggal 5 Juli 2022 berisi tentang pelaksanaan gelar pada Kamis 7 Juli 2022 di Ruang Bag. Wassidik Ditreskrimum Polda Sumut.

Selanjutnya dilaksanakan gelar dengan dihadiri penasihat hukum dr T Nancy Saragih, sejumlah perwira peserta gelar dan Kanitdik II Harda Satreskrim Polrestabes Medan AKP Prastiyo Triwibowo yang saat pelaksanaan gelar melakukan pemaparan penanganan perkara. Kesimpulan gelar perkara tersebut menyebutkan bahwa berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dalam gelar perkara dan fakta dari penyidik terhadap perkara ini, terfaktakan akar permasalahan adalah sengketa hak dan layak untuk dihentikan.

Namun, entah mengapa penyidik Polrestabes Medan sampai kini belum juga menerbitkan Surat Penghentian Penyelidikan (SP2 Lidik) dan Surat Penghentian Penyelidikan (SP3 Lidik) terkait perkara sengketa hak tersebut. Padahal, kesimpulan dan rekomendasi gelar perkara itu wajib dipedomi dan dilaksanakan oleh penyidik sesuai batas waktu yang telah ditetapkan dalam gelar perkara, dan apabila penyidik tidak melaksanakan tanpa alasan yang sah dapat dilakukan pemeriksaan pendahuluan oleh pengawas penyidik.

“Jika alasan Mindik, terlapor (dr Nancy Saragih dan dr Yusnari Wong SpB) sudah diperiksa dan pihak BPN juga sudah diperiksa. Gelar perkara pun sudah. Kok SP2 Lidik dan SP3 Lidik tidak kunjung diterbitkan? Ada apa dengan penyidik? Apa ada?” tanya Jon Efendi Simamora heran.

Belum diterbitkannya SP2 Lidik dan SP3 Lidik perkara sengketa lahan tersebut menguatkan dugaan kalau oknum penyidik Polrestabes Medan telah “mengangkangi” kesimpulan dan rekomendasi gelar perkara Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumut. Padahal, dalam rekomendasi gelar dinyatakan secara tegas bahwa untuk memberikan kepastian hukum agar dalam satu bulan penyidik sudah menindaklanjuti rekomendasi gelar perkara tersebut, dan melaporkan perkembangan penanganan perkara kepada Kapolda Sumut u.p Dirreskrimum Polda Sumut pada kesempatan pertama.

“Demi kepastian hukum, maka kami membuat laporan ke Bidpropam Polda Sumut, karena menurut hemat kami, penyidik yang menangani perkara telah mengabaikan, menghalang-halangi kepentingan hukum klien kami untuk mendapatkan kepastian hukum,” tutur Jon Efendi Simamora didampingi rekannya, Arizal SH MH.

Sesuai ketentuan yang berlaku, timpal Arizal SH MH, semua kesimpulan dan rekomendasi gelar perkara wajib dilaksanakan oleh penyidik. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, penyidik wajib mengeluarkan / menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penyelidikan dan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SPPP Lidik), sesuai dalam tempo waktu yang ditentukan sejak pelaksanaan gelar perkara. Penyidik juga diharuskan mengirimkan SP2HP yang ditembuskan kepada para pihak terkait gelar perkara dengan melampirkan SPP Lidik.

Hal itu sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf b, ayat (2) huruf b, Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana, junto ketentuan Angka 2 huruf a, huruf b, Angka 3 huruf b poin 2 sub b sub c, poin 3 huruf b Surat Edaran Kapolri No.SE/7/VII/2018 Tentang Penghentian Penyelidikan, junto ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf d, huruf e, huruf g, dan huruf i, ayat (2), ayat (3),  ayat (4), kemudian Pasal 7 huruf c, huruf e, Pasal 8 huruf c poin 1, Pasal 10 ayat (1) huruf d, ayat (2) huruf g,  ayat (5) huruf c. dan Pasal 12  huruf j Perpol No.7 Tahun 2022 Tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri, junto ketentuan Pasal (1) angka 17, angka 19, Pasal 2, Pasal 3, Pasal 6, Pasal 7 huruf a, Pasal 8 ayat (2) huruf a, Pasal 10 huruf i, Pasal 11 huruf c, Pasal 15 huruf b, Pasal 18 huruf d. Pasal 24 ayat (1), ayat (2), dan Pasal 26 ayat (3), junto ketentuan Angka 5 huruf f poin b Lampiran D Peraturan Kepala Badan Reserse Krimninal Polri No.4 Tahun 2014 Tentang Standar Operasional Prosedur Pengawasan Penyidikan Tindak Pidana.

“Apabila penyidik maupun penyidik pembantu yang menangani perkara tidak melaksanakan kesimpulan dan rekomendasi gelar perkara, serta tidak memberikan pelayanan kepada pencari keadilan, dalam hal ini klien kami (dr Nancy Saragih) selaku Terlapor/Pengadu Dumas Komplain, hal ini membuktikan penyidik telah menghalang-halangi dan mempersulit masyarakat yang membutuhkan pelayanan demi terciptanya kepastian hukum, maka perbuatan penyidik tersebut jelas, terang dan tidak terbantahkan merupakan perbuatan penyalahgunaan kewenangan (Abuse Of Power), sewenang-wenang (Willkiur). Perbuatan tersebut secara hukum dapat dikategorikan Unprofesional Conduct,” papar Arizal.

Sesuai hukum, ujar Arizal, Abuse Of Power, Willkiur dan Unprofesional Conduct bagi anggota kepolisian merupakan pelanggaran yang termaktub dalam ketentuan Pasal 1 angka 1, angka 3, angka 9, angka 10, angka 11, angka 12, angka 14, angka 15, angka 20, angka 21, angka 22, angka 25, Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 huruf b, Pasal 5 ayat (1) huruf c. Pasal 6 ayat (1) huruf c, ayat (2) huruf a, Pasal 10 ayat (1) huruf a poin 1, ayat (2) huruf a, huruf c, huruf n, dan Pasal 12 huruf f, dan huruf I, PERPOL No.7 Tahun 2022 Tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.

Selama ini, ujar Arizal, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah bekerja maksimal untuk menjaga nama baik dan citra positif kepolisian, sebagai pengayom, penegakan hukum dan pelayan masyarakat. Begitu juga dengan Kapolda Sumut Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak dan jajarannya yang sangat menjunjung tinggi semangat Tri Brata sebagaimana UU No 2 Tahun 2002 tentang kepolisian.

“Saya salut dan bangga dengan Kapoldasu Bapak Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak dan jajarannya yang konsisten menegakkan hukum sebagai panglima. Saya yakin, Polda Sumut dibawah kepemimpinan Bapak Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak, akan semakin mendapat tempat di hati masyarakat pencari keadilan. Saya juga yakin Bidpropam Polda Sumut profesional seperti yang sudah selama ini,” sebut Arizal.

Arizal pun berbicara tentang hak-hak kliennya, dr T Nancy Saragih, yang ‘dikebiri’ dengan upaya-upaya dugaan kriminalisasi dan permainan akrobatik hukum, terkait sengketa lahan. Awalnya, dr T Nancy Saragih membeli lahan seluas + 2.391M² di Jalan Amplas Kelurahan Sei Rengas Permata, Kecamatan Medan Area, guna membangun sarana kesehatan dan pendidikan untuk membantu masyarakat kurang mampu (miskin). Lahan itu diperoleh dengan dua tahap. Tahap pertama, pada 15 Maret 2013, dr T Nancy Saragih memperoleh hak atas tanah seluas + 912 M² dengan ganti rugi dari T Raja Gamal Telunjuk Alam di hadapan Notaris/PPAT Abidin S Panggabean SH sebagaimana tertuang dalam Akta Notaris No 12. Kemudian pada 01 Agutus 2013, dr T Nancy Saragih kembali memperoleh tanah melalui pelepasan hak atas tanah dengan ganti rugi dari T Raja Gemal Telunjuk Alam di hadapan Notaris/PPAT Abidin S Panggabean SH sesuai Akta Notaris No 03 dengan luas + 1.479 M². Selanjutnya, sebahagian dari + 2.391M² tanah tersebut, yakni lahan seluas + 912 M² sesuai Akta Notaris No 12, ditingkatkan alas haknya menjadi Sertipikat Hak Milik No.557 Tahun 2013 Tanggal 25 September 2013 yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan.

Sebagai pemilik lahan beriktikad baik, dr T Nancy Saragih yang ingin membangun rumah sakit dan sarana pendidikan untuk masyarakat kurang mampu (miskin), terlebih dahulu mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) ke Pemerintah Kota (Pemko) Medan. Pada Tanggal 27 November 2013, Pemko Medan berdasarkan Keputusan Walikota Medan Nomor: 648/259 K telah menerbitkan IMB atas nama dr T Nancy Saragih.

Sekitar Desember 2013, selaku pemilik lahan dan telah mendapatkan izin untuk mendirikan bangunan, dr Nancy Saragih melakukan pemagaran atas tanah miliknya. Saat dilakukan pemagaran terhadap tanah yang terletak di Jalan Amplas Kelurahan Sei Rengas Permata Kecamatan Medan Area Kota Medan tersebut, tidak ada satu pihakpun yang merasa keberatan dan mangklaim tanah yang dipagar merupakan miliknya.

Seiring waktu berjalan, pada tahun 2016 saat dr T Nancy Saragih sedang berupaya mengurus izin sarana kesehatan dan pendidikan untuk masyarakat kurang mampu, tiba-tiba Andy Jatmiko dan Acai datang menemui dirinya. Dalam pertemuan itu, dibicarakan tentang rencana atau niat Andy Jatmiko untuk membeli tanah yang terletak di Jalan Amplas Kelurahan Sei Rengas Permata yang merupakan milik sah dr T Nancy Saragih.

Medio tahun 2016 itu, ada dua kali Andy Jatmiko datang menemui dr T Nancy Saragih. Pertama, mereka bertemu di Maxx Coffe Lippo Plaza Medan, dihadiri Andy Jatmiko, dr T Nancy Saragih didampingi suaminya, dr Yusnari Wong SpB, yang difasilitator oleh dua orang.

Pertemuan kedua di Komplek Perumahan Cemara Asri, dihadiri dr T Nancy Saragih didampingi suaminya, sedangkan Andy Jatmiko bersama Acai dan Go Mei Siang (ibu Andy Jatmiko), serta dua orang lainnya. Dalam dua pertemuan itu, dr T Nancy Saragih menegaskan tidak akan menjual lahan miliknya tersebut karena ingin membangun sarana pendidikan dan sarana kesehatan untuk membantu masyarakat kurang mampu.

Setelah lima tahun lebih menguasai lahan dan tidak ingin menjualnya, tanpa dinyana pada tahun 2018 datang gugatan perbuatan melawan hukum terhadap dr T Nancy Saragih yang diajukan Aruan Sipayung. Selaku Penggugat, Arun Sipayung menyatakan bahwa lahan yang dkuasai dr T Nancy Saragih adalah miliknya.

Aruan Sipayung menggugat DT Hasar sebagai Tergugat-I, Suidjuly Tergugat-II, dr T Nancy Saragih Tergugat-III dan Helen serta Caroline selaku Tergugat-IV. Gugatan ini bergulir sampai ke Mahkamah Agung dengan Putusan Nomor: 1012/PK/Pdt/2020 tertanggal 16 Desember 2020, yang pada intinya mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan dr T Nancy Saragih, menyatakan bahwa membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Medan dan Pengadilan Negeri Medan dan menyatakan Gugatan Penggugat Rekonvensi tidak dapat diterima.

Setelah PK-nya diterima oleh Mahkamah Agung, upaya kriminalisasi terhadap dr T Nancy Saragih tidak berhenti. Ia kembali mendapat tekanan proses pidana melalui pengaduan masyarakat yang diajukan Helen dan Caroline ke Polda Sumut atas dugaan adanya pemalsuan surat saat penerbitan SHM No 557/Kel. Sei Rengas Permata. Pengaduan masyarakat yang diajukan Helen dan Caroline tercatat dalam Laporan Informasi Nomor: R/LI-988/XI/2021/Ditreskrimum Tanggal 4 November 2021 atas dugaan melanggar ketentuan Pasal 263 KUHPidana.

Belum selesai perkara Laporan Informasi Nomor: R/LI-988/XI/2021/Ditreskrimum Tanggal 4 November 2021, dr T Nancy Saragih kembali mendapatkan serangan hukum yaitu Laporan Polisi Nomor: LP/B/2581/XII/2021/SPKT/Polrestabes Medan/Polda Sumatera Utara Tanggal 01 Desember 2021 sesuai dengan Surat Nomor: B/1156/I/RES 1.2/2022/Reskrim Tanggal 26 Januari 2022 yang diterbitkan Polrestabes Medan atas perkara laporan Andy Jatmiko dengan tuduhan dugaan melanggar ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf a Perpu No. 51 Tahun 1960.

Meski berulangkali coba dikriminalisasi, dr T Nancy Saragih tidak goyah. Ia mendapat support penuh dari suami dan anaknya. Bermodalkan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, ibu berdarah Batak, Jawa dan Tionghoa ini, yakin serta optimis bahwa hukum menjadi panglima di negeri ini.  Apalagi, dokter yang dermawan ini dengan niat tulus membeli lahan tersebut guna membangun sarana kesehatan dan sarana pendidikan untuk membantu masyarakat kurang mampu.

Bersama kuasa hukumnya Arizal SH MH dan Jon Efendi Simamora SH MH dari Law Office Arizal SH MH & Rekan, dr T Nancy Saragih berjuang mendapatkan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Hasilnya, perkara yang diajukan Helen dan Caroline melalui pengaduan masyarakat di Polda Sumut, dihentikan penyelidikannya. Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumut menerbitkan Surat Ketetapan Nomor: S.Tap/ 1964.6/IV/ 2022/ Ditreskrimum tertanggal 13 April 2022 tentang Penghentian Penyelidikan atas Laporan Informasi Nomor: R/LI-988/XI/2021/Ditreskrimum Tanggal 4 November 2021. Kemudian Polda Sumut melalui Ditreskrimum juga menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan Nomor: SPP.Lidik/1964.9/IV/ Ditreskrimum tertanggal 13 April 2022. Kedua surat penghentian itu ditandatangani Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumut, Kombes Tatan Dirsan Atmaja SIK.

“Bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, terhadap Dumas yang diajukan Helen dan Caroline tersebut, perkarannya telah SPPP oleh Direskrimum Polda Sumut,” jelas Arizal didampingi Jon Efendi Simamora diamini dr Nancy Saragih dan suaminya. (Red)