Petani Desak Pemerintah Tuntaskan Konflik Lahan Desa Simalingkar A dan Sei Mencirim

PANCUR BATU, DELISERDANG – Perjuangan ribuan petani di Desa Simalingkar A dan Desa Sei Mencirim, Kecamatan Pancur Batu, Deli Serdang, atas hak lahan seluas 854 hektar di Kebun Bekala yang berkonflik dengan Perseroan Terbatas Perkebunan Negara lI (PTPN II), tampaknya segera menunjukkan titik terang.

Hal ini merujuk pada informasi yang disampaikan pengurus Serikat Petani Simalingkar Bersatu (SPSB), Sulaiman Wardana, dan Serikat Tani Mencirim Bersatu (STMB), Imam Wahyudi, usai pertemuan bersama petani di areal lahan Kebun Bekala, Pancur Batu, Sabtu siang (9/7/2022).

“Pengurus SPSB dan STMB baru saja dihubungi pihak Kepala Staf Kepresidenan (KSP) dari Jakarta, yang menginformasikan bahwa Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), akan datang ke Medan bertemu dengan Gubernur Sumatera Utara dan pihak lainnya untuk menindaklanjuti SK KSP, terkait penyelesaian konflik agraria di Desa Simalingkar A dan Sei Mencirim, yang hingga saat ini belum kunjung terealisasi,” ungkap Sulaiman Wardana didampingi Imam Wahyudi.

Pada tahun 2020, lanjut Sulaiman, KSP sebagai Ketua Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria di Desa Simalingkar dan Desa Sei Mencirim, sesuai arahan Presiden Jokowi telah menerbitkan SK KSP No. B-11/ KSK/11/2020 untuk menyelesaikan konflik.

Tiga point penting dalam surat KSP, yakni pertama, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan PTPN II menyediakan tanah seluas 150m2 per kepala keluarga untuk pembangunan rumah warga di Desa Simalingkar dan Desa Sei Mencirim dengan status tanah Hak Milik, yang pengerjaannya dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Kedua, lanjutnya, melakukan penataan dan relokasi di Desa Sei Mencirim bagi masyarakat pemilik 42 SHM di Desa Sei Mencirim.

Dan ketiga, menyediakan tanah seluas 2500m2 per Kepala Keluarga untuk lahan pertanian bagi warga Simalingkar dan Sei Mencirim di Desa Sei Mencirim dengan status lahan pinjam-pakai dari PTPN Il selama 15 tahun dan dapat diperpanjang, yang diikat melalui perjanjian kerja sama.

“Namun sudah 2 tahun sejak surat itu terbit, warga sama sekali belum menerima haknya seperti disebut dalam SK KSP. Mirisnya lagi, hingga saat ini belum ada tanda-tanda penunjukan lahan yang dimaksud dalam surat,” ujarnya.

Ia mengungkapkan bahwa petani berharap kedatangan Presiden Jokowi ke Sumatera Utara kali ini akan mempercepat proses penyelesaian, pasca terbitnya surat KSP. “Ketika Jokowi mengunjungi Pasar Petisah Medan baru-baru ini, 2 orang ibu-ibu petani yang selama ini ikut berjuang, menemui langsung Jokowi, mempertanyakan realisasi dari SK KSP. Saat itu, Pak Jokowi terkejut, karena menurutnya persoalan itu seharusnya sudah terselesaikan.”

“Kami sudah sangat menderita selama ini. Tidak hanya kehilangan rumah sebagai tempat tinggal, kami juga tidak punya lahan untuk bertani usai digusur PTPN II. Seluruh petani hanya mampu mencoba bertahan hidup seadanya untuk nafkah sehari-hari. Anak-anak juga sudah pada putus sekolah, karena ketiadaan biaya,” tuturnya.

“Selama ini, pemerintah melalui Kementrian Agraria sering mendengung-dengungkan bahwa penyelesaian konflik agraria di Desa Simalingkar A dan Sei Mencirim, salah satu contoh penyelesaian konflik agraria yang berhasil. Tapi kenyataannya, dua tahun setelah terbitnya SK KSP, realisasinya belum juga terwujud. Hak-hak yang selama ini diperjuangkan petani, belum juga diperoleh,” katanya lagi.

Menjawab pertanyaan wartawan soal kendala belum terealisasinya SK KSP tersebut, Sulaiman mengatakan, sepengetahuan pihaknya melalui surat pemberitahuan diketahui bahwa Gubsu belum menandatangani data nama-nama penerima yang terverifikasi dan penghapusbukuan belum juga dikeluarkan pihak PTPN II.

Sementara itu, Eliana Sembiring, salah seorang Ibu yang viral di media karena menemui Presiden Jokowi di luar gedung Pasar Petisah Medan, menceritakan betapa keluarganya sangat menderita pasca penggusuran rumah mereka dan warga lainnya oleh PTPN II, yang mengklaim HGU atas lahan tersebut.

“Kehilangan tempat tinggal, hingga luntang-lantung menumpang di rumah kerabat pun kami lalui selama ini. Anak-anak juga sampai putus sekolah,” ceritanya diamini ibu-ibu lainnya yang juga mengalami nasib yang sama.

Ia dan ibu-ibu lainnya berharap Presiden Jokowi mendengar jeritan hati mereka selama ini.

“Tolonglah kami pak Jokowi. Datanglah kemari. Kami dulu pernah berjalan kaki menuju istana pada tahun 2020 lalu, hanya untuk menemui bapak dan mengadukan nasib kami. Tapi hingga saat ini, belum juga ada penyelesaiannya pak,” ungkap ibu lainnya yang terisak sedih saat menceritakan bagaimana ribuan warga di situ selama puluhan tahun memperjuangkan hak-haknya.

Konflik agraria di lahan yang dikenal dengan nama Kebun Bekala ini memang sudah berlangsung lama. Banyak kisah derita dan cucuran air mata mengiringi perjuangan ribuan petani ketika PTPN II menguasai lahan yang telah dikelola petani menjadi lahan pertanian dan tempat tinggal selama puluhan tahun.

Salah satu kisah paling mencengangkan, yakni ketika ratusan petani berjalan kaki dari Sumatera Utara menuju Istana Negara di Jakarta, menemui Presiden Jokowi untuk mengadukan nasib mereka, pada 2020 lalu. Berjalan kaki sejak 25 Juni 2020, ratusan petani yang tergabung dalam kelompok tani SPSB dan STMB ini akhirnya tiba di Istana Negara dan berhasil menemui Jokowi, 20 Agustus 2020.

Presiden Jokowi kemudian menugaskan KSP Moeldoko untuk memimpin penyelesaian konflik agraria tersebut. Hingga akhirnya terbitlah SK KSP No. B-11/ KSK/11/2020 terkait peruntukan lahan dan bangunan rumah untuk petani. Persoalan yang terlihat akan selesai itu, ternyata terus menggantung dan belum terealisasi.

Imam Wahyudi pun menagih janji Presiden Jokowi saat itu, dan meminta agar pemerintah segera merealisasikan SK itu. “Sudah dua tahun kami menanti penuntasan konflik ini. SK KSP sudah ada, tapi realisasinya belum juga ada,” keluhnya.

Terkait lahan pertanian yang dijanjikan, Imam meminta adanya kepastian hukum, bila nanti lahan tersebut telah diserahkan kepada petani untuk dikelola. (do)